Kelakar Politik (3)

KelakarPagi ini Jihad terlambat bangun pagi. Bahkan solat subuh tak sempat dia laksanakan. Efek begadang dengan pak Kandar semalam. Dua panggilan telpon dari Kang Mamat juga luput.

Dengan mata yang masih berat, Jihad bergegas bangun untuk mandi. Pakain yang kusut karena lupa disatrika yang tergantung di dinding tak dipedulikan. Baju dipakain seadanya. Kemudian Jihad meluncur menuju gedung biru – sebutan kantor SaKa Post, tempat Jihad bekerja.

Setiba di kantor, Jihad telah ditunggu Kang Mamat. Sebelumnya, lewat pesan singkat, Kang Mamat meminta supaya Jihad segera merapat ke kantor.

“Dari mana saja, aku sudah menunggu dari tadi?,” sambut Kang Mamat, ketika wajah Jihad nonggol di depan pintu redaksi.

“Maaf, Kang, saya terlambat bangun pagi, karena semalam saya lambat tidur,” jawab Jihad dengan tertawa kecilnya.

“Gimana liputanmu?. Kamu jadi ketemu pak Kandar?,” tanya Kang Mamat.

“Iya, jadi. Semalam saya ngobrol panjang sama dia,”.

“Terus apa hasilnya, ada informasi baguskah. Terus dia mau dipublikasikan informasinya,” tanya Kang Mamat memberondong ke Jihad seakan tanpa ada sela.

Sejenak, Jihad, tidak langsung memberikan jawaban. Dalam duduknya, Jihad berpikir. Setengah ragu, dia menyampaikan kembali yang diutarakan pak Kandar semalam.

“Pak Kandar bersedia saja ngomong. Cuman dia minta tidak dipublikasikan. Takut membuat kegaduhan, katanya,” tambah Jihad memberikan penjelasan kepada Kang Mamat.

Kang Mamat yang merasa tertarik dengan informasi yang disampaikan Jihad, mengacungkan jempol. Maklum, meski baru bergabung di media sekitar tujuh bulan lalu, perkembangan Jihad terbilang cukup pesat jika dibandingkan seangkatannya. Apalagi Jihad selalu mampu menyajikan informasi-informasi yang bagus dan jarang disorot jurnalis lainnya.

Kang Mamat memberikan saran supaya Jihad memperdalam lagi informasinya. Salah satunya, yakni mencari data di dinas terkait, dalam hal ini di DPU. Atau Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), selaku instansi yang menyusun skema program pembangunan pemerintah.

***

Seperti rutinitas biasannya, bersama rekan-rekan Jurnalis lain, jika sudah siang hari, Jihad hanya menghabiskan waktu duduk di kantin Mak Ragu yang terletak di bagian belakang kantor Walikota Madu. Di tempat inilah, Jihad bersama para jurnalis lain menyeduh kopi sambil mendiskusikan tema-tema pembangunan, anggaran, dan kebijakan pemerintah.

Namun siang itu, Jihad memilih untuk tidak berlama-lamaan di tempat berdinding beton dengan corak hijau tua tersebut. Jihad sudah memiliki janji bertemu seorang pejabat DPU Kota Madu. Jihad hendak menyelidiki lebih lanjut informasi terkait pokok-pokok pikiran dewan di tahun sebelumnya.

Jihad berkeyakinan bisa mendapatkan informasi bagus dari pejabat ini. Keyakinan Jihad tentunya sangat beralasan. Pejabat tersebut banyak terlibat lansung membantu mengurus proyek wakil rakyat yang bersumber dari pokok-pokok pikiran dewan. Termasuk anggaran ketua dewan dan beberapa anggota dewan lainnya, baik dari Partai Kuning, Partai Merah Jambu, Biru Tua, dan beberapa partai politik lainnya.

“Selamat siang, bosku,” ucap Jihad penuh keakraban, disusul senyum klimis.

“Hei Jihad. Lama ngak ketemu. Gimana kabar nih?,” sapa pria berbadan tambun tersebut ketika Jidah berjalan masuk.

“Baik, Bos,” ucap Jihad cepat menjawab pertanyaan.

Pria berbadan tambun dan berambut gelombang tersebut, kemudian mempersilahkan Jihad duduk di kursi.

“Apa nih yang bisa saya bantu,” tanyanya.

“Biasa bos, gali-gali informasi proyek pembangunan,”.

“Proyek apa lagi, perasaan kemarin sudah aku kasih data-data proyek yang sudah dibangun tahun ini,” katannya sembari melempar tawa. Karena duduk berhadapan, terlihat jelas kedua gigi atas lelaki tambun tersebut yang mulai keropos. Pertanda usianya yang kini tidak lagi muda.

“Hehehe, kali ini beda bosku. Ini lebih spesifik, terkait data proyek yang bersumber dari pokok-pokok pikiran dewan,” tutur Jihad lugas, tak ingin basa basi dengan tujuannya.

Sesaat, lelaki berbadan tambun tersebut terdiam. Diam. Sunyi. Hanya detak jarum jam yang berganti yang terdengar. Kicauan burung gereja yang bermain di pohon Ketapang yang bersebelahan dengan ruangan, mencicir berirama.

“Saya hanya minta data dan sedikit keterangan saja bos. Itu jika memang bos berkenan. Saya paham, urusan seperti ini sedikit riskan,” sambung Jihad, mencoba menyeka suasana yang sedikit kaku dan formal.

Lelaki berbadan tambun tersebut hanya diam. Wajahnya serius. Terlihat dari bola matanya yang hanya tertuju pada saru arah. Sepertinya sedang mempertimbangkan, apakah akan memberikan data dan informasi yang diminta Jihad.

“Oke, aku mau kasih datanya. Tapi kamu harus merahasiakan dari mana sumbernya. Begitu juga dengan keterangan yang aku sampaikan. Aku kira kalian dari jurnalis lebih pahamlah carannya,” katanya sembari memperbaiki duduknya yang sedikit selonjoran.

Di balik laci mejanya, lelaki tersebut mencari-cari data yang diminta Jihad. Tak berapa lama, sebuah berkas tebal sudah berada di atas meja, dan berhadapan langsung dengan mata Jihad.

Satu persatu proyek-proyek yang bersumber dari pokok-pokok pikiran dewan ditunjukan lelaki tambun ini. Dengan cekatan, Jihad memoter data tersebut. Sebagian di antaranya dia catat dalam buku kecilnya. Hampir satu jam lamanya Jihad mencatat data-data proyek yang tersaji di hadapannya.

Dari sini, Jihad mendapatkan banyak informasi. Menurut lelaki tambun itu, kebanyakan proyek yang berasal dari pokok pikiran dewan, dibagi-bagi ke dalam proyek PL. Tujuannya, supaya memudahkan pelaksanaan. Kebanyakan proyek PL ditujukan untuk perbaikan gang, baik untuk penimbunan, dan pengecoran. Maupun pembangunan gapura dan beberapa proyek serupa lainnya.

Yang membuat Jihad menggelengkan kepala, ternyata nilai proyek PL ini bahkan mencapai miliaran rupiah. Bahkan ada yang hingga tujuh puluh hingga delapan puluh miliar. Itu baru yang bersumber dari ketua dewan, belum wakil ketua, para ketua fraksi, ketua komisi, dan anggota wakil rakyat lainnya.

Jika harus ditotal-total, nilainya bahkan hampir mencapai tiga ratus miliar. Artinya, tiga puluh persen dari APBD Kota Madu sebesar satu koma tiga trilun, adalah jatah para wakil rakyat.

Itu belum termasuk lagi proyek-proyek yang harus melalui tender, atau lelang. Dari data yang ditunjukan lelaki tambun itu, banyak juga di antara proyek yang ditender, yang dikerjakan oleh kontraktor yang memang sengaja disiapkan para wakil rakyat.

“Gila!!!. Ini benaran bos, proyek-proyek ini adalah pokok pikiran dewan dan dikerjakan oleh para wakil rakyat??. Berarti para wakil rakyat, sama halnya dengan orang-orang proyek. Cuman mereka terlegitimasi atas nama lembaga wakil rakyat. Tertutup topeng wakil rakyat. Tidakkah ini sebuah lelucon. Atau memang ini yang disebut-sebit sebagai kelakar politik,” kata Jihad.

“Artinya, kata pokok pikiran dewan, sama halnya pokok-pokok proyek wakil rakyat. Berarti wajar saja jika kebijakan dewan, sukar ditentukan sebelum ada deal proyek. Kalau seperti ini, kesannya seperti guyonan, kelakar, tapi benar adanya bahwa legislatif itu adalah tempat disepakatinya proyek anggaran,” tutur Jihad. Wajahnya penuh terheran-heran. Perutnya seakan kayak digelitik. Ingin tertawa, namun segan, karena yang akan ditertawakan adalah kenyataan yang terbungkus rapi dan berjubakan nama wakil rakyat. (bersambung).

Tinggalkan komentar